When A Mage Revolts - Chapter 446

Bab 446: Pintu Menuju Terlupakan

Penerjemah: Editor Terjemahan EndlessFantasy: Terjemahan EndlessFantasy

Meskipun Benjamin tenang di luar dan tampak seolah-olah semuanya terkendali, dia diam-diam panik di dalam.

Jika penyihir bawahannya tidak sampai kepadanya tepat waktu untuk melemparkan mantra pelindung padanya, dia akan mati di tempat, tidak diragukan lagi.

Berbahaya sekali.

Kapan orang-orang ini belajar untuk menjadi begitu tepat waktu?

Benjamin menggelengkan kepalanya. Pada saat itu, tidak perlu baginya untuk mengarahkan karena penyihir di langit tahu persis apa yang harus dilakukan. Mereka dengan kejam menyerang para penyihir kanibal di tanah.

Bola api yang tak terhitung memenuhi langit sebelum meluncur ke tanah seperti hujan meteor besar.

“Teman yang merepotkan …”

Sang Penatua tidak terlalu terkejut dengan apa yang terjadi dan sebaliknya hanya membuka lengannya dan membersihkan dirinya. Kemudian dia mengucapkan mantra dan mengumpulkan semua elemen gelap di sekitarnya. Di sekelilingnya, para penyihir kanibal lainnya melakukan hal yang sama, menciptakan lapisan demi lapisan perisai di atas kepala mereka.

Ketika ratusan bola api mengenai perisai, dinding batu lembah bersinar merah terang karena panas.

Pada pandangan pertama, perisai itu pecah, tampak seolah-olah mereka tidak bisa menahan serangan itu. Para penyihir kanibal semua memiliki ekspresi mengerikan di wajah mereka, menunjukkan betapa banyak kesulitan yang mereka hadapi. Tetapi bala bantuan terus merangkak keluar dari ruang bawah tanah dan bergabung dengan barisan mereka. Perlahan, beban sudah mereda.

Tidak ada jalan lain, mereka jelas melebihi jumlah kelompok Benjamin.

Akhirnya, suara gemuruh dari berbagai tabrakan berhenti dan nyala api yang menyala menghilang. Para penyihir kanibal tampak sedikit usang, tetapi mereka berhasil menahan serangan tanpa menderita cedera atau kerugian.

Benjamin mengambil dan menarik napas panjang.

Sepertinya pertempuran tidak bisa dihindari sekarang.

Kedua tetua nyanyian tiba-tiba membuka mata mereka dan berhenti nyanyian. Sebuah energi aneh keluar dari tubuh mereka.

Wajah para penyihir di langit menjadi gelap.

Mereka menyaksikan ketika elemen-elemen gelap berkumpul di depan para tetua dan membeku menjadi beberapa bayangan hitam. Gerakan sihir yang kuat terus berdenyut, dan bola hitam kecil tiba-tiba mulai melayang di atas kepala mereka.

Bola itu sekitar sebesar kepalan tangan. Ketika itu muncul, tidak ada serentetan ngeri yang hebat, atau teriakan panik – bagi penyihir Benjamin, itu tidak terlihat istimewa sama sekali. Satu-satunya perubahan yang terlihat adalah fakta bahwa gangguan magis dan energi unsur gelap tiba-tiba menghilang. Para penyihir kanibal juga tiba-tiba jatuh ke dalam keheningan yang aneh.

Saat dia menatap bola hitam itu, Benjamin tiba-tiba berubah serius.

“Pintu Melupakan.”

Ini adalah omong kosong tingkat tinggi.

Yang lebih mengejutkan adalah fakta bahwa para penatua tahu cara melantunkan mantra gabungan. Dengan mereka berdua bekerja bersama, mereka telah menyelesaikan sihir tingkat tinggi dalam waktu yang sangat singkat.

Benjamin tidak meremehkan bola kecil dan sederhana itu. Itu dibuat dengan mengompresi sejumlah besar elemen gelap bersama-sama sampai akhirnya berubah secara internal dan menghasilkan hal yang aneh. Sekali menggunakannya akan menelan segala sesuatu di sekitarnya – materi, elemen, energi spiritual … semakin banyak ia menelan, semakin besar hasilnya. Kecuali energi spiritual dari kastor habis, secara teori bisa menjadi sebesar planet.

Meskipun kebenaran belum ditemukan, beberapa penyihir percaya bahwa semua yang ditelannya hanya akan dibawa ke dunia lain. Itulah bagaimana nama “Pintu Menuju Terlupakan” muncul.

Tapi dari apa yang bisa dilihat Benjamin, itu hanyalah lubang hitam kecil buatan manusia. Itu hanya tidak memiliki tarikan gravitasi lubang hitam; kemampuan destruktifnya masih sama.

“Terima penghakiman pintu, ini bukan kekuatan yang bisa kau lawan.”

Semua penyihir kanibal memandang bola hitam dengan fanatisme. Kedua tetua berdiri di sampingnya, mengangkat kedua tangan mereka dan mengarahkan Pintu ke Oblivion ke atas ke langit.

Tumbuh ketika melayang ke atas dan tak lama, itu sebesar kepala manusia.

Para penyihir di langit ketakutan.

Mereka telah mendengar kekuatan ini meskipun mereka belum pernah menghadapinya sebelumnya, jadi mereka ingin melihat apakah kekuatan Pintu ke Oblivion adalah seperti yang dikatakan oleh legenda. Mereka meluncurkan sihir serangan sederhana seperti senjata batu dan bilah angin yang terbang ke arah bola hitam yang naik.

Ketika senapan batu pertama menghantam bola hitam, itu seperti bekas pensil yang terhapus oleh penghapus, menghilang sepenuhnya. Ukuran Pintu yang terlupakan juga menjadi sedikit lebih besar.

Ketika penyihir lain melihat ini, mereka segera menghentikan serangan yang dibebankan, kalau-kalau mereka akhirnya memberi makan bola hitam aneh.

Sebagai gantinya, mereka meluncurkan serangan mereka langsung ke penyihir kanibal. Tetapi jika gelombang bola api raksasa mereka ternyata tidak efektif, serangan eksperimental ini membawa sedikit ancaman.

“Perjuangan.” Kedua tetua membawa senyum yang sama. Mereka tampak seperti klon – bahkan suara dan sikap mereka sepenuhnya selaras, “Keinginan Anda untuk bertarung akan bertindak sebagai makanan, dan menambahkan sedikit energi untuk pengorbanan kami.”

Para penyihir di langit mengabaikan ucapan gila mereka.

“Mulai nyanyikan Phoenix of Ashes,” Dengan Benjamin yang jauh, Varys menjadi pemimpin akting mereka, “Itu juga sihir tingkat tinggi; mungkin itu bisa menghentikan Pintu Oblivion sebelum tumbuh menjadi proporsi yang tak terkalahkan. ”

Joanna dan tiga lainnya menganggukkan kepala dan mulai melantunkan mantra, sementara penyihir lainnya bertindak sebagai penjaga mereka.

Pintu menuju Oblivion terus naik perlahan. Pada awalnya, itu sangat lambat, tetapi karena menelan semakin banyak masalah, kecepatannya juga meningkat.

Mereka akan menjadi daging mati jika mereka membiarkannya tumbuh lagi.

Jadi, para penyihir di langit melindungi tiga orang yang mengucapkan mantra sambil secara bersamaan melepaskan bola api, memastikan untuk menghindari Pintu menuju Oblivion ketika mereka menyerang para penyihir kanibal di bawah ini. Para penyihir kanibal tidak memiliki niat untuk menyerang balik dan hanya memasang perisai untuk memblokir bola api. Satu-satunya tugas mereka adalah memastikan kedua tetua itu tidak terganggu.

Laju pertempuran melambat secara dramatis.

“Apakah ini menjadi pertarungan kecerdasan …?

Benjamin mengerutkan kening saat dia menyaksikan.

Jika kanibal penyihir energi spiritual habis sebelum Pintu masuk Oblivion terbentuk, maka bola hitam menakutkan akan runtuh dengan sendirinya. Tetapi, apakah mereka bahkan dapat mencapai ini?

Lagi pula, musuh sudah memiliki keuntungan dalam jumlah besar!

Benjamin merasa seolah-olah dia harus melakukan sesuatu.

Tetapi, penghancuran gunung es mengambil lebih banyak energi spiritualnya daripada yang dia duga. Meskipun beristirahat untuk waktu yang lama, dia masih belum sepenuhnya sembuh. Dia masih tidak dalam kondisi untuk bertarung.

Karena itu, para penyihir kanibal hanya fokus pada musuh mereka di langit, menolak untuk memperhatikan Benjamin di sela-sela.

Ini mungkin satu-satunya keuntungan Benjamin.

Bagaimana dia akan mengeksploitasinya?

Benjamin berpikir keras.

“Tidak … Pintu menuju Oblivion tumbuh terlalu cepat, kita harus menjauh darinya,” kata Varys setelah lima menit. Pada saat ini, bola hitam telah tumbuh menjadi ukuran manusia dewasa.

Sepanjang lima menit, mereka terus menerus menyerang musuh mereka tetapi tidak berhasil. Sekarang, Pintu ke Oblivion hanya berjarak sepuluh meter dari mereka.

Tidak mungkin bagi mereka untuk melanjutkan serangan mereka. Seluruh kelompok terbang ke arah lain, sementara mundur dari Pintu ke pendekatan Oblivion.

Mereka masih bisa berlari lebih cepat dari bola hitam sekarang, tetapi bagaimana dengan dalam sepuluh menit?

Varys berubah ketika dia menjadi lebih serius. Dia siap untuk berbalik ke Benyamin dan berteriak bahwa itu adalah pertempuran yang hilang dan bahwa mereka harus mundur.

Tapi, tepat saat dia menoleh untuk menatap Benjamin.

Bang!

Suara tembakan bergema melintasi lembah.

–> Baca Novel di novelku.id <–