Bringing the Nation’s Husband Home - Chapter 22

Penerjemah: Editor Kingbao: DarkGem

Qiao Anhao tidak bisa membantu tersesat di wajah Lu Jinnian.

Pada saat dia muncul kembali, langit sudah gelap dan tempat yang sudah sunyi tampak lebih sunyi lagi, bahkan serangga dari hutan bisa didengar.

Lampu di kamar tidur tidak dinyalakan. Dikelilingi oleh kegelapan total, Qiao Anhao menggunakan lampu dari teleponnya untuk menemukan saklar lampu dan menyalakannya. Dia kemudian mengulurkan tangan untuk menyentuh dahi Lu Jinnian lagi. Merasakan bahwa suhunya sedikit menurun tetapi masih terlalu hangat, dia mengganti handuk di dahinya dengan handuk yang baru saja didinginkan.

Dia terus menjaganya di samping tempat tidurnya, menolak untuk tertidur. Sekali-sekali, dia akan mengganti handuk di dahinya, dan begitu sudah jam 11 malam, suhunya tidak lagi mengejutkan. Baru kemudian Qiao Anhao benar-benar santai. Duduk di lantai bersandar di tempat tidur, dia tertidur, tidak lagi bisa tetap terjaga.

Karena postur tidur yang buruk, dia terbangun setelah beberapa saat. Secara naluriah, dia mengulurkan tangan untuk merasakan dahi Lu Jinnian dan mendapati bahwa demamnya kembali lagi. Dia buru-buru menyiapkan handuk dingin lain untuk dikenakan di dahinya, tapi kali ini, handuk itu tidak berpengaruh. Suhunya terus meningkat, dan dia merintih kesakitan saat dia jatuh pingsan.

Handuk dingin itu hanya solusi sementara. Untuk sepenuhnya menghilangkan demam, obat-obatan diperlukan.

Jauh di tengah malam dan di tempat yang sepi, Qiao Anhao mulai menjadi semakin khawatir …

Dia menatap Lu Jinnian untuk sementara waktu sebelum tampaknya membuat keputusan. Dia berdiri dan mengambil obat dari meja samping tempat tidur. Dia kemudian memasukkannya ke mulut Lu Jinnian sebelum mengambil seteguk air. Perlahan, dia mendekatkan mulutnya ke Lu Jinnian, mengincar bibirnya.

Saat dia menundukkan kepalanya, wajahnya membesar. Dia jelas bisa merasakan napasnya. Seluruh tubuhnya tegang, dan dua tangan yang dia tempatkan di samping kepala Lu Jinnian mengencangkan cengkeraman mereka di seprai. Bibirnya bergetar saat dia perlahan-lahan memposisikan sebelah bibir Lu Jinnian.

Qiao Anhao bisa merasakan jantungnya berdegup kencang. Menghitung kejadian tiga bulan lalu, ini adalah kedua kalinya bibir mereka bersentuhan.

Dia berhenti bernapas, perlahan-lahan mentransfer air di mulutnya ke Lu Jinnian sebelum menggunakan mulutnya untuk mendorong pil demam ke tenggorokannya dengan air. Ketika dia merasakannya menelan pil dan air, dia dengan cepat mendorong dirinya menjauh. Mengangkat tangannya, dia menyentuh bibirnya, bernapas dalam-dalam saat jantungnya berdegup kencang.