Assassin’s Chronicle - Chapter 378

Bab 378: Nyeri

Penerjemah: Nyoi-Bo Studio Editor: Nyoi-Bo Studio

“Luther, kamu sudah menikah?” Anfey tiba-tiba bertanya.

Luther tersenyum dan mengangguk. “Aku,” katanya. “Kami akan menyambut anak pertama kami.”

“Selamat,” kata Anfey. “Bagaimana kamu menyukainya? Menikah?”

“Luar biasa,” kata Luther.

“Menarik,” kata Anfey. “Aku tidak tahu bahwa kamu bisa bahagia dengan kehidupan yang penuh kebohongan.”

“Maksud kamu apa?” Luther bertanya, terkejut. Peri itu memandang Anfey dengan cemberut, seolah-olah bingung. Ye melirik tentara bayaran di sekitarnya dan mengangguk.

Para tentara bayaran semua sangat loyal kepada Ye dan mengenalnya dengan baik. Mereka mempercayai Ye dan akan mengikuti perintahnya, bahkan jika mereka bingung dengan perintahnya. Jika kamu salah, tentara bayaran tidak akan bertanggung jawab.

Anfey menyipitkan matanya dan menendang batang kayu yang terbakar ke arah Luther dan peri itu. Tentu saja, sihirnya tidak cukup kuat untuk benar-benar melukai Luther dan elf itu. Luther memanggil kekuatan tempurnya untuk membela diri, dan peri memanggil perisai yang terbuat dari tanaman merambat. Dia menarik belati dan mengangkatnya di depan wajahnya.

Tentara bayaran Ye membuat busur mereka dan mengirim setengah lusin anak panah ke arah peri. Panah-panah itu mengenai elf dan menghilang dalam cahaya hijau yang beriak. Anfey menyipitkan matanya. Jelas, elf itu mengenakan baju besi ajaib yang bisa membelanya dari sebagian besar serangannya.

Kamu ragu-ragu, lalu mengirim panah pendek ke arah tenggorokan elf itu. Dia membuat langkah yang benar tetapi sudah terlambat. Sebuah busur muncul di tangan elf itu. Dia menunduk panah dan melompat menjauh dari para pria. Dia peri, dan dari semua orang, dia yang tercepat. Dia membutuhkan jarak agar serangannya efektif. Tetap di dekat Luther hanya akan memperlambatnya.

Anfey berlari ke arahnya, bertekad untuk tetap dekat dengannya. Dia tahu betul bahwa jika elf itu pergi, serangannya akan cukup kuat untuk mengancam bahkan Ye, yang paling kuat dari mereka semua. Dia melompat ke arahnya dan meraih, menjambak rambutnya. Peri itu mengutuk ketika dia dihentikan oleh cengkeramannya, tetapi dengan cepat bereaksi terhadap perubahan ini. Belatinya muncul lagi dan dia mengayunkan belati ke arah Anfey.

Peri ini tidak terlalu bagus dalam pertempuran jarak dekat. Seperti kebanyakan elf, dia lebih fokus menyerang dari kejauhan. Anfey mengepalkan tinjunya dan menabrak peri itu.

Meskipun dia mengenakan baju besi sihir, dia masih terluka oleh serangan Anfey. Armor itu bisa melindunginya dari panah dan sihir, tetapi itu tidak bisa melindungi pemakainya dari serangan close-up seperti pukulan. Peri itu mendarat di tanah, memegangi perutnya.

“Apa artinya ini?” Luther menuntut dengan keras. Dia menghunus pedangnya tetapi tidak bergerak untuk membantu peri itu. Dia tidak ingin mempertaruhkan hidupnya untuk membantu seseorang yang mudah diganti.

“Kau seharusnya tahu,” kata Anfey ketika dia berjalan kembali ke Luther, meninggalkan peri itu. “Apakah kamu tidak ingin tahu di mana istrimu yang sebenarnya, Saidy?”

Saidy membeku karena kaget. Dia tahu betul bahwa dia belum menikah dengan putri Shansa yang asli, tetapi dia tidak tahu bahwa itu adalah fakta yang diketahui secara luas. Dia malu bahwa sang putri hilang, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena dia tahu bahwa masa depannya akan hancur jika berita itu keluar. Dia adalah putra ketiga, posisi yang biasanya tidak datang dengan kekuatan. Pernikahannya dengan putri Shansa dimaksudkan sebagai aliansi politik yang memberinya kekuatan untuk memperjuangkan kepemimpinan masa depan kelompok tentara bayaran Macan Tawau. Dia tidak mengharapkan sang putri untuk meninggalkan tugasnya dan mengkhianati negaranya.

“Tuanku!” Para druid dan pendekar pedang yang dibawa Saidy datang berlari ke arah mereka.

Anfey menoleh ke druid dan pendekar pedang dan memanggil bilah apinya. Melihat pedang besar itu, mereka semua berhenti, bingung dengan senjatanya. Anfey mencengkeram pedang besar dan berlari ke arah orang-orang itu.

Dia menerjang dengan pedangnya dan menikam salah satu druid. Druid tersandung dan jatuh ke tanah tanpa suara, luka-lukanya menghitam oleh panasnya pedang api.

Ye melambaikan tangannya dan menyerbu ke pendekar pedang dengan tentara bayarannya. Saidy adalah seorang guru pedang menengah seperti Ye, tetapi dia sendirian, dan Ye memiliki lebih banyak orang bersamanya. Sementara hasilnya mungkin berbeda jika Ye dan Saidy bertarung satu lawan satu, Saidy tidak memiliki peluang melawan selusin tentara bayaran. Namun, Ye tidak tahu apa yang Anfey ingin lakukan dengan Saidy dan belum mau membunuh orang-orang itu. Itu sebabnya dia memerintahkan anak buahnya untuk tidak membunuh Saidy sebelumnya.

Anfey mundur selangkah dan mengembalikan tongkatnya ke cincinnya. Dia masih tidak berlatih dengan tongkat itu.

Seorang Druid berubah menjadi serigala abu-abu dan menerjang salah satu tentara bayaran Ye. Meskipun mereka tidak ingin bertarung, mereka juga tidak ingin mati tanpa melakukan perlawanan. Anfey melompat ke arah serigala dan mengayunkan pedangnya, menikam serigala di leher dengannya. Serigala jatuh ke tanah dengan erangan dan berbaring diam. Beberapa tetes darah gelap berceceran di lengan tentara bayaran itu.

Para druid ragu-ragu. Mereka telah membunuh banyak hal sebelumnya, tetapi mereka jarang melihat senjata seaneh yang baru saja mereka saksikan.

“Aku mengerti,” kata Saidy perlahan. “Aku mengerti. Kamu melakukannya, bukan?” Dia bertanya, marah.

Kamu menebas Saidy dengan pedangnya, tetapi Saidy berbalik dengan cepat dan menunduk. Pedang Ye hanya menyerempet lengannya. Dia tahu bahwa ada seseorang di balik menghilangnya putri Shansa, dan kekuatan yang sama telah menyebabkan konflik mereka dengan kelompok tentara bayaran Glory. Kelompok tentara bayaran Macan Tawau menghabiskan waktu lama untuk mencari tetapi tidak dapat menemukan apa pun pada orang di balik semuanya. Jika Anfey tahu apa yang terjadi pada putri Shansa, dia harus tahu sesuatu tentang orang yang membuatnya menghilang.

“Kau benar,” kata Anfey sambil mengangkat bahu. “Saya melakukannya.”

“Mengapa?”

“Kenapa tidak?” Anfey bertanya. Dia mengangkat pedangnya dan berjalan ke tempat Saidy berdiri. Ye dan tentara bayarannya bergegas dan mengepung Saidy. Saidy pasti tahu bahwa dia tidak punya peluang melawan banyak orang ini, tetapi pendiriannya tidak goyah. “Bukankah kamu yang mencoba membunuhku dan orang-orangku?”

“Itu bukan kita,” kata Saidy keras.

Anfey menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu berbohong lagi, Saidy,” katanya. “Katakan saja yang sebenarnya. Aku akan membuat kematianmu lebih mudah seperti itu.”

Saidy mengepalkan giginya tetapi tidak mengatakan apa-apa. Anfey melirik Ye, yang mengangguk dan mendekati Saidy dengan tenang. Dia memukul Saidy dengan gagang pedangnya. Saidy jatuh ke tanah, tidak sadarkan diri. Pedangnya jatuh ke tanah. Kamu tidak tahu apa yang harus dia lakukan dengan Saidy dan tidak ingin membunuhnya, karena Saidy mungkin tahu informasi yang berharga. Namun, selama Saidy tidak sadar, dia tidak akan menjadi ancaman.

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.