A Billion Stars Can’t Amount to You - A Billion Stars Can’t Amount to You Chapter 72

Babak 72: Hilangnya Masa Saat Kita Muda (2)

Penerjemah: Paperplane Editor: Caron_

Saat itu sudah malam ketika dia dengan santai mengelilingi Houhai, berhenti beberapa kali dalam perjalanannya.

Dia tampak lelah karena berjalan — tiba-tiba dia berhenti di tempat kosong. Dia mengambil beberapa tisu dari tasnya, meletakkannya di tanah, dan duduk.

Setelah menatap keluar ke danau untuk waktu yang lama, dia berkedip lalu menundukkan kepalanya. Ujung jarinya menjelajahi tanah di bawahnya, dengan lembut mengambil kerikil, lalu berjongkok saat ia menggali kerikil ke tanah dan mulai menggambar.

Dia takut dia akan memperhatikannya, jadi dia menjaga jarak. Dari posisinya, dia bisa tahu dia sedang menulis sesuatu di tanah.

Beberapa saat berlalu sebelum dia berhenti.

Dia menatap kata-kata yang dia tulis berulang-ulang dalam keadaan linglung. He Jichen dapat dengan jelas mengatakan bahwa dia jauh lebih sedih dibandingkan dengan betapa tenangnya dia sebelumnya. Tepat ketika dia berpikir dia akan menangis, dia menoleh dan menatap danau sekali lagi.

Karena dia berjongkok untuk waktu yang lama, kakinya sakit. Dia dengan cepat tersadar, melemparkan kerikil ke samping, dan bangkit.

Dia menggoyang-goyangkan jari kakinya di tempat untuk sementara waktu untuk meredakan rasa baal, lalu menatap lantai dan berjalan pergi.

He Jichen menunggu sampai dia berjalan ke kejauhan sebelum dia pindah ke tempat dia duduk.

Kegelapan jatuh dan lampu-lampu jalan di sekitar Houhai menyala, menerangi danau dan menekankan pemandangan yang sangat indah.

He Jichen menggunakan cahaya kuning pucat dari lampu jalan dan melihat kata-kata yang diukir dengan batu di tanah: Aku hanya melihatmu 1.

Dia membaca kata-kata sederhana itu beberapa kali sebelum dia mulai menghubungkan kata-kata itu.

Dia tidak tahu berapa kali dia mengulangi kata-kata itu, ketika empat kata berputar-putar dalam benaknya berulang kali.

“Yuguang”, “Manman”, “Penuh”, “Mataku” …

Embusan angin malam membawa udara dingin yang menyentakkan He Jichen dari linglung.

Dia menurunkan matanya untuk menyembunyikan kesedihan dan kekecewaan di matanya. Dia menoleh dan mencari Ji Yi.

Dia tidak terlihat di mana pun, jadi dia mulai berjalan cepat ke arah di mana dia terakhir kali melihatnya. Kemudian, melalui jendela bar yang disebut Flying Fish, dia melihatnya duduk diam di dekat kursi dekat jendela dengan kepala dimiringkan saat dia memesan minuman dari pelayan.

He Jichen berdiri di tepi jalan dan menatap Ji Yi sebentar sebelum dia melangkah ke bar.

Satu-satunya lampu di bar berasal dari panggung dan lilin di setiap meja.

Lampu redup membuatnya sulit untuk melihat wajah orang lain. He Jichen diam-diam memberi isyarat agar pelayan datang, dan dia memilih untuk duduk di belakang Ji Yi. Ketika dia duduk dengan punggung menghadap ke arahnya, dia memesan secangkir teh hijau dari menu.

–> Baca Novel di novelku.id <–